Cari Blog Ini

Rabu, 28 Desember 2011

MENGEMBANGKAN BUTIR TES ACUAN PATOKAN

MENGEMBANGKAN BUTIR TES ACUAN PATOKAN
Dalam proses pembelajaran adanya evalausi atau penilaian. Penilaian merupakan aspek yang paling komplek, karena melibatkan latar belakang dan hubungan serta variabel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hamper tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Tidak ada pembelajarn tanpa penilaian, karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan tingkata pencapain tujuan pembelajaran oleh peserta didik.
Penilaian hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditujukan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan proses pembelajaran yang telah dilakukan. Pada tahap ini seorang guru dituntut memiliki kemampuan dalam menentukan pendekatan dan cara evaluasi, penyusunan alat-alat evaluasi, pengolahan dan penggunaan hasil evaluasi.
Pendekatan atau cara yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi atau penilaian hasil belajar adalah melalui Peneilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP). Dalam pengukuran proses pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (learned-centered) adalah penilaian yang berpusat pada pebelajar (learner-centered assessment ). Definisi learner-centered assessment sejajar dengan definisi tradisional test acuan patokan, sebagai element inti dari pembelajaran yang didesain secara sistematis.
Bagi seorang perancang pembelajaran harus mengembangkan butir tes acuan patokan, karena hasil tes pengukuran tersebut berguna untuk: (a). mendiagnosis dan menempatkan dalam kurikulum; (b). Men-checking hasil belajar dan kesalahan pengertian sehingga dapat diberikan pembelajaran remedial sebelum pembelajaran dilanjutkan; (c). menjadi dokumen kemajuan belajar.

Ada empat kategori tes yang berkualitas, yaitu:
(1). Berpusat pada Tujuan (Goal-Centered Criteria), (2). Berpusat pada pebelajar (Learner-Centered Criteria) (3)Berpusat pada kontek (Context-Centered Criteria) (4). Berpusat pada penilaian (Assessment-Centered Criteria) (5). Setting Penguasaan Kriteria.

Dalam mengembangkan butir-butir tes acuan patokan, Dick and Carrey (1985) merekomendasikan empat macam tes acuan patokan, yaitu:

a. Entry behavior test
Tes ini diberikan kepada pebelajar sebelum memulai pembelajaran. Tes ini berguna untuk mengukur keterampilan syarat atau keterampilan yang harus sudah dikuasai sebelum pembelajaran dimulai.
b. Pre-test
Tes ini dilakukan pada awal pembelajaran untuk mengetahui apakah pebelajar sudah menguasai beberapa atau semua keterampilan yang akan diajarkan. Tujuannya adalah untuk efisiensi. Jika semua keterampilan sudah dikuasai maka tidak perlu ada pembelajaran

c. Practice test
Tes ini diberikan selama siswa sedang dalam proses belajar.  Tes ini berfungsi untuk melihat apakah siswa memang telah dapat menangkap apa yang sedang dibicarakan dan juga untuk membuat pebelajar lebih aktif berpartisipasi selama pembelajaran. Tes ini memungkinkan pebelajar untuk menampilkan pengetahuan dan keterampilan baru dan untuk refleksi diri sampai level berapa keterampilan dan pengetahuan mereka.

d. Post-test
Tes ini paralel dengan pre-test. Sama dengan pre-test, post-test mengukur tujuan pembelajaran. Post-test harus menilai semua objektif dan terutama fokus pada objektif terakhir. Namun jika waktu tidak memungkinkan, maka hanya tujuan akhir dan keterampilan penting saja yang diujikan.
Post-test mungkin digunakan untuk menilai performa pebelajar dan untuk memberi kredit karena telah menyelesaikan program. Tujuan yang terutama dari tes ini adalah agar desainer dapat mengidentifikasi area pembelajaran yang tidak bisa dilakukan dengan baik. Jika pebelajar gagal dalam tes, desainer harus dapat mengidentifikasi dalam proses pembelajaran yang mana tidak dimengerti oleh siswa. Tes ini merupakan tes acuan patokan yang mencakup pengukuran semua tujuan intruksional khusus yang ada terutama tujuan intruksional yang bersifat terminal. Dengan tes ini dapat diketahui bagian-bagian mana diantara pembelajaran yang belum dicapai. 

DAFTAR PUSTAKA
Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Kuantum Teaching, Jakarta
Rusman, Metode-metode Pembelajaran, rajawali pers, Jakarta.
Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasinya, Persada Pers, 2007
Mulyasa, 2011, Menjadi Guru Profesional Menciptkanan Pembelajaran Kreatif Dan Menyenangkan , Bandung, Remaja Rosdakarya.

Sabtu, 24 Desember 2011

MELAKUKAN ANALISIS PEMBELAJARAN

MELAKUKAN ANALISIS PEMBELAJARAN

A.  Pendahuluan
Mengapa pembelajaran? Ada beberapa alasan yang melatar belakanginya; Pertama adanya kenyataan/hasil yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Kedua, adanya perubahan lingkungan/suasana kerja yang diakibatkan oleh modifikasi prosedur atau instalasi peralatan yang baru. Ketiga, perkembangan perusahaan atau industri yang begitu pesat sehingga SDM perlu ditingkatkan.
Menganalisa kebutuhan pembelajaran dan analisis pembelajaran dalam desain sistem pembelajaran merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam kegiatan desain pembelajaran, ketika menghadapi masalah tentang pembelajaran.
 Proses desain sebuah pembelajaran dimulai dengan identifikasi masalah atau kebutuhan pembelajaran dan analisis pembelajaran. Kedua kegiatan merupakan rangkaian erat yang secara berurutan dan bersama-sama untuk dikerjakan sebelum pendesain merancang pembelajaran, sedang analisis pembelajaran bentuk penjabaran perilaku umum menjadi perilaku khusus yang tersusun secara logis dan sistematis.
Ada tiga pendekatan yang berbeda dalam mengidentifikasi masalah-masalah pembelajaran; Analisa kebutuhan, Analisa tujuan dan analisa proses/hasil/ pelaksanaan
B.  Menganalisis Kebutuhan Pembelajaran.
1.        Konsep Kebutuhan Pembelajaran
Kesenjangan adalah sebuah permasalahan yang harus dipecahkan karena itu kesenjangan dijadikan suatu kebutuhan dalam merancang pembelajaran, sehingga pembelajaran yang dilaksanakan merupakan solusi terbaik. Morrison (2001: 27) membagi fungsi analisa kebutuhan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kebutuhan yang relevan dengan pekerjaan atau tugas sekarang yaitu masalah apa yang mempengaruhi hasil pembelajaran.
2. Mengidentifikasi kebutuhan mendesak yang terkait dengan finansial, keamanan atau masalah lain yang menggangu pekerjaan atau lingkungan pendidikan
3. Menyajikan prioritas-prioritas untuk memilih tindakan.
4. Memberikan data basis untuk menganalisa efektifitas pembelajaran.
Ada enam macam kebutuhan yang biasa digunakan untuk merencanakan dan mengadakan analisa kebutuhan (Morrison, 2001: 28-30).
1. Kebutuhan Normatif
2. Kebutuhan Komperatif
3.  Kebutuhan yang dirasakan
4. Kebutuhan yang diekspresikan
5. Kebutuhan Masa Depan
6. Kebutuhan Insidentil yang mendesak
2. Melakukan Analisis Kebutuhan   
Ada empat tahap dalam melakukan analisa kebutuhan yakni perencanaan, pengumpulan data, analisa data dan menyiapkan laporan akhir.
Perencanaan : yang perlu dilakukan; membuat klasifikasi siswa, siapa yang akan terlibat dalam kegiatan dan cara pengumpulannya. (Morrison, 2001 : 32)
Pengumpulan data : perlu mempertimbangkan besar kecilnya sampel dalam penyebarannya (distribusi) (Morrison,2001 : 33).
Analisa data : setelah data terkumpul kemudian data dianalisis dengan pertimbangan : ekonomi, rangking, frequensi dan kebutuhan (ibid).
 Membuat laporan akhir : dalam sebuah laporan analisa kebutuhan mencakup empat bagian; analisa tujuan, analisa proses, analisa hasil dengan table dan penjelasan singkat, rekomendasi yang terkait dengan data. (Morrison, 2001: 33-34).
Membicarakan tentang analisis tujuan tidak bisa dipisahkan dengan input yang terkait dengan masalah dan proses analisa kebutuhan.
3. Strategi Penilaian Kebutuhan.
Untuk memahami suatu kebutuhan termasuk masalah atau perlu penilaian terlebih dahulu terhadap kebutuhan yang teridentifikasi yang disebut need assessment.
Atwi Suparman (2001 : 65-72) ada 8 langkah dalam mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran sebagai berikut:
1.      Mengidentifikasi kesenjangan hasil prestasi saat ini dengan yang diidealkan. Untuk memperoleh data tersebut menggunakan cara ; membaca laporan tertulis observasi, wawancara, angket dan dokumen.
2.      Sebelum mengambil tindakan pemecahan masalah, kesenjangan tersebut harus dinilai terlebih dahulu dari segi:
a.       Tingkat signifikasi pengaruhnya.
b.      Luas ruang lingkup.
c.       Pentingnya peranan kesenjangan terhadap masa depan lembaga atau program.
3.      Yang dilakukan dalam langkah ini:
a.       Menganalisis kemungkinan penyebab kesenjangan melalui observasi,wawancara, analisa logis.
b.       Memisahkan kemungkinan penyebab yang tidak berasal dari kekurangan pengetahuan, ketrampilan dan sikap untuk diserahkan penyelesaiannya kepada pihak lain.
c.       Mengelompokkan kemungkinan penyebab yang berasal dari kekurangan pengetahuan ketrampilan dan sikap tertentu untuk diteruskan ke langkah 4.
4.        Menginterview siswa untuk memisahkan antara yang sudah pernah dan   yang belum memperoleh pendidikan, bagi yang sudah berpendidikan melanjutkan ke-langkah 5 dan bagi yang belum meneruskan ke-langkah 8.
5.      Bagi peserta yang sudah berpendidikan pada langkah ini dikelompokkan lagi mejadi peserta yang sering mengikuti pendidikan menuju ke-langkah 6 dan jarang mengikuti pendidikan melanjutkan ke-langkah 7.
6.      Kelompok yang sudah sering mendapat pendidikan diberi umpan balik atas kekurangannya dan diminta untuk mempraktekkan kembali sampai dapat melakukan tugasnya seperti yang diinginkan.
7.      Bagi kelompok yang masih jarang mengikuti pendidikan diberi kesempatan lebih banyak untuk berlatih kembali, ini perlu disupervisi dari dekat agar mencapai hasil yang diinginkan.
8.      Untuk kelompok peserta yang belum pernah memperoleh pendidikan perlu dibuatkan intruksional yang mencakup pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk diketahui peserta.
Setelah selesai pada tahapan ini dilanjutkan analisis pembelajaran, agar sistematis dan prosedural perlu diurutkan tujuan pembelajaran dari yang bersifat abstrak umum kepada tujuan yang kongkrit operasional. Langkah-langkah untuk melakukan pembelajaran ada 3 yaitu : Analisis pembelajaran, identifakasi perilaku dan karakteristik siswa.
1.      Pengertian Analisis Pembelajaran
Analisis pembelajaran merupakan proses penjabaran prilaku umum menuju ke prilaku khusus yang tersusun secara logis dan sisitematis. Dengan tersusunnya gambaran prilaku khusus dari yang paling awal hingga akhir.
Menurut Dick and Carey analisis pembelajaran adalah seperangkat prosedur yang bisa diterapkan dalam suatu tujuan pembelajaran menghasilkan identifikasi   langkah-langkah yang relevan bagi penyelenggara suatu tujuan dan kemampuan-kemampuan subordinat yang dibutuhkan oleh mahasiswa untuk mencapai tujuan.
2.      Macam Struktur Prilaku
Apabila prilaku umum dijabarkan menjadi prilaku khusus akan terdapat 4 macam susunan prilaku yaitu:
1. Struktur Hirarkikal
Yaitu kedudukan dua prilaku yang menunjukkan bahwa salah satu prilaku hanya dapat dilakukan bila telah dikuasai prilaku yang lain.
2. Struktur Prosedural
Yaitu kedudukan beberapa prilaku yang menunjukkan satu seri urutan prilaku tetapi tadak ada yang menjadi prilaku prasyarat untuk yang lain. walaupun kedua prilaku khusus itu harus dilakukan berurutan untuk dapat melakukan suatu prilaku umum, Setiap prilaku itu dapat dipelajari secara terpisah.
3. Struktur Pengelompokan
Yaitu prilaku khusus yang tidak mempunyai ketergantungan antara satu dengan yang lain, meski semuanya berhubungan.
4. Struktur kombinasi.
Yaitu suatu prilaku umum bila diuraikan menjadi prilaku khusus sebagian besar dan  terstruktur secara kombinasi antara struktur hirarki, prosedural dan pengelompokan..

C. Langkah-langkah melakukan analisis pembelajaran.
1. Menuliskan prilaku umum yang ditulis dalam TPU untuk mata pelajaran yang sedang dikembangkan.
2. Menuliskan setiap prilaku khusus yang merupakan bagian dari prilaku umum. Jumlah prilaku khusus untuk setiap prilaku umum berkisar antara 5-10 buah, bila sangat dibutuhkan dapat ditambah.
3. Membuat prilaku khusus kedalam daftar urutan yang logis dari prilaku umum. Prilaku khusus yang terdekat hubungannya dengan prilaku umum diteruskan mundur sampai prilaku yang sangat jauh dari prilaku umum.
4. Menambahkan prilaku khusus atau kalau perlu dikurangi
5. Setiap prilaku khusus ditulis dalam lembar kartu/ kertas ukuran 3x5 cm.
6. Kemudian kartu disusun dengan menempatkannya dalam struktur hirarkhis prosedural, atau dikelompokkan menurut kedudukan masing-masing terhadap kartu lain.
7. Bila perlu ditambah dengan prilaku khusus lain atau dikurangi sesuai kedudukan masing-masing.
8. Letak prilaku digambarkan dalam bentuk kotak-kotak di atas kertas lebar sesuai dengan letak kartu yang telah disusun. Hubungkan kotak-kotak yang telah digambar dengan garis-garis vertikal dan horisontal untuk menyatakan hirarkhikal, prosedural dan pengelompokkan.
9. Meneliti kemungkinan hubungan prilaku umum yang satu dengan yang lain atau prilaku khusus yang berada di bawah prilaku umum yang berbeda.
10. Memberi nomer urut pada setiap prilaku khusus dimulai dari yang terjauh hingga yang terdekat dari prilaku umum. Penomeran ini menunjukkan prilaku khusus yang terstruktur herarkhikal harus dilakukan dari bawah ke atas. Sedangkan pemberian nomer urut prilaku khusus yang terstruktur prosedural dapat berlainan dari urutannya dari yang lebih sederhana ke yang lebih kompleks.Pemberian nomer urut prilaku-prilaku khusus yang terstruktur pengelompokan dilakukan dengan cara yang sama dengan struktur prosedural.
11. Mengkonsultasikan bagan yang telah dibuat dengan teman sejawat untuk mendapatkan masukan antara lain tentang:
a.       Lengkap-tidaknya prilaku khusus sebagai penjabaran dari setiap prilaku umum.
b.      Logis-tidaknya urutan prilaku-prilaku khusus menuju prilaku umum.
c.       Struktur hubungan prilaku-prilaku khusus tersebut. (herarkhikal prosedural, pengelompokan atau kombinasi).
D.      Penutup
Dari bahasan di atas dapat dipahami bahwa seorang pendidika yang profesional sudah seharusnya paham akan tuntutan profesi baik secara administrasi, akademis, praktik, lebih penting lagi masalah bagaimana mendesain sebuah pembelajaran yang harmoni yaitu mendesain content atau materi pembelajaran yang aktual dan relevan dengan tuntutan atau kebutuhan life skill siswa dan sesuai zamanyya, mendesain learning objective sesuai dengan kebutuhan siswa dan tingkat kesulitannya, fururistik/kedepan tidak menjadikan siswa ketinggalan zaman dengan komunitasnya. Kesemuanya terencana berdasarkan apa yang mesti ada dan dihadirkan sesuai dengan kondisi siswa secara klasikal, regional ataupun nasional walaupun dengan ’setting’ local.
Hal itu dimungkinkan bila minimal sebagai pendidik paham betul akan siswa dan keinginan secara individual maupun klasikal di desain secara proporsional.

DAFTARPUSTAKA
Atwi Suparman, Desain Instructional, Proyek pengembangan Universitas Terbuka Ditjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional, 2001.
Dick, Walter and Carey Lou, The Systematic Design of instruction 3rd Ed, Includes Bibliographical References, USA, Walter Dick and Lou Carey 1990.
Gary. R, Morrison, Steven M, Ross, Jerrold E Kemp : Designing Effective Instruction, Third Edition John Wiley and Sons, inc printed in the USA 2001.
Fleming, Malcoln L., Intructional Massage Design, Educational Technology Publications, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey. 1981.
West, Charles K., James A. Farmer., Phillip M. Wolff, Intructional design Allyn And Bacon, University of Illinois at Urbana-Champaign Boston, a991.

MELAKUKAN PENILAIAN SUMATIF

MELAKUKAN PENILAIAN SUMATIF
A.   Pendahuluan
Dalam  proses pembelajaran memerlukan adanya evaluasi, evaluasi merupakan kegiatan pengumpulan kenyataan mengenai proses pembelajaran secara sistimatis untuk menetapkan apakah terjadi perubahan terhadap peserta didik dan sejauh apakah perbuatan tersebut mempengaruhi kehidupan peserta didik. Stufflebeam et.al 1971 mengatakan bahwa evaluasi adalah proses menggambarkan, memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternative keputusan. Jadi evaluasi adalah proses mengukur dan menilai terhadap suatu objek dengan menampilkan hubungan sebab akibat diantara factor yang mempengaruhi objek tersebut.
Evaluasi dilakukan untuk melihat dan mengetahui terjadinya proses pembelajaran. Proses pembelajaran memiliki 3 hal penting yaitu, input, transformasi dan output. Input adalah peserta didik yang dinilai kemampuannya dan siap menjalani proses pembelajaran. Transformasi adalah segala unsur yang terkait dengan proses pembelajaran yaitu ; guru, media dan bahan belajar, metode pengajaran, sarana penunjang dan sistim administrasi. Sedangkan output adalah capaian yang dihasilkan dari proses pembelajaran.
B.  Penilaian Sumatif
Dalam proses pembelajaran yang umumya dilaksanakan oleh guru di sekolah melakukan tekhnik evaluasi. Tekhnik evaluasi digolongkan menjadi 2 yaitu tekhnik non tes dan tekhnik tes. Dalam hal ini yang akan di bahas adalah tehnik tes yang umum dilaksanakan oleh guru-guru di sekolah, yaitu tes formatif, tes sumatif, penempatan dan diagnostik.
            Penilaian sumatif adalah jenis penilaian jenis penilaian yang berfungsi untuk menentukan angka kemajuan / hasil belajar siswa. Penilaian sumatif dilakukan untuk menilai hasil belajar jangka panjang dari suatu proses belajar mengajar pada akhir unit pendidikaan yang luas seperti pada akhir program pengajaran. Penilaian sumatif dilakukan pada akhir program pengajaran ini berarti, nahan pengajaran yang menjadi sasaran evaluasi cukup luas dan banyak. Oleh sebab itu, penyusunan soal-soalnya harus didasarkan atas tujuan-tujuan pembelajaran umum yang ada dalam program pengajaran. Sehubungan dengan itu soal-soalnya harus representatif  atau mewakili setiap tujuan-tujuan pembelajaran umum yang ada di dalam program pengajaran.
            Fungsi tes sumatif tidak lagi untuk memperbaiki proses pembelajaran setiap siswa. Sebab pada akhir program pengajaran, guru telah berkali-kali melakukan evaluasi formatif pada akhir satuan pengajaran. Dalam tes sumatif materi yang diujikan meliputi seluruh pokok bahasan dan tujuan pengajaran dalam satu program tahuanan atau semesteran, yang dalakukan pada akhir program tahunan atau semesteran. Tes sumatif juga bertujuan untuk mengukur kaberhasilan peserta didik secara meneluruh  yang gunanya untuk penentuan kenaikan kelas atau kelulusan sekolah. Dalam tes sumatif aspek yang dinilai meliputi aspek kognitif (pengetahuan), psikomotor ( keterampilan) dan afektif (sikap dan nilai).
            Dalam penilaian sumatif juga bertujuan menentuakan angka kemajuan belajar siswa, untuk itu tingkat kesukaran soal harus diperhatikan. Perbandingan soal yang mudah, sedang dan sukar sebaikya 3 : 5 : 2. Perbandingan tersebut tidak harus mutlak demikian. Dalam masalah tingkat kesukaran soal selalu harus diperhatikan ialah, jumalah soal-soal yang sedang harus lebih banyak daripada jumlah soal-soal yang mudah dan sukar.
Pada penilaian sumatif ini perlu pula diperhatikan mengenai daya pepmbeda dari setiap butir soal. Artinya setiap butir soal tes itu harus mempunyai daya untuk membedakan siswa yang pandai dengan siswa yang kurang atau tidak pandai. Tingkat kesukaran dan daya pepmbeda suatu soal itu hanya dapat diketahui melalui analisis butir soal setelah tes itu diujicobakan. Penilaian sumatif, dalam penilaiannya dapat menggunakan penilaian yang bersumber pada criteria mutlak dan penilaian yang bersumber pada norma relative kelompok. Pengolahan hasil penilaian berdasarkan unukuran mutlak (PAP)  berarti penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian ini menunjukan bahwa sebelum usaha penilaian dilakukan terlebih dahulu harus ditetapkan patokan yang akan dipakai untuk membandingkan angka-angka hasil pengukuran agar hasil itu mempunyai arti. Sedangkan pengolahan hasil penilaian berdasarkan norma relatif (PAN) ialah penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap hasil dalam kelompoknya.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, Remaja Rosdakarya, Bnadung, 2008
A Tafsir,  dkk, Pengembangan Wawasan Profesi Guru , UIN Sunan Gunung Jati Bandung, 2011